Rabu, 18 Juli 2012

Tempat Kejadian Perkara

tidak ada saksi mata, tak tahu milik siapa, segumpal hati terbelah menjadi dua. separuh terkulai di tepi sungai, hampir hanyut dalam derasnya waktu yang kalut. sebagian lagi tergolek di ujung tangkai. melambai damai serupa daun lunglai. pejalan kaki menemukannya di suatu sunyi di sudut paling puisi; kala ia menikmati langkah demi langkah rindunya menapak senja: yang mana hampir semua tetangga bosan mengeja katanya, menyebut warnanya, buncah awannya, renyah mentarinya, pun segala bentuk beburung yang melarung relung. gempar! selepas malam turun, berduyun mata mulai mengerumun. cibir-cibir bibir turut urun. saling lempar cerita, beradu terka tentang kira-kira suara apa yang mengutuk hati itu hingga merana? dan riuh melempar sauh, akhirnya sepi tak ubahnya segala gemuruh runtuh. sahut-menyahut semakin hasut, malam begitu kusut karena maut tidak terusut. sampai tak satu pun sadar akan ada fajar menggelegar. ……………… ……………… di suatu sunyi di sudut paling puisi, pagi terperangah oleh hati-hati yang pecah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar